Senin, 25 Juli 2016

Cerpen : Celoteh Pagi

0




Cerpen : Celoteh Pagi

"Bang Azmi..." ucapku mengawali percakapan pagi ini.
Bang, apakah kau tahu jika ternyata apa yang ada di tulisan tahun delapanpuluhan itu telah terjadi hari ini? Iya, di buku yang kemarin aku baca itu.
Tentu yang menulis hanya memprediksi dengan melihat fakta di masa-masa itu. Tentu yang menulis memiliki pemahaman dan cara pandang yang luas sehingga mampu menerka dan mengira kejadian yang mungkin akan terjadi tersebab fakta yang bermunculan kala itu.
Dan, hari ini, kau tahu Bang?
Semua itu ku rasa telah terjadi di duniaku. Dunia yang terasa aman dan damai, tiba-tiba berubah menjadi gersang.
Bang, ada seseorang yang mengajakku berdiskusi, katanya ada golongan orang yang berlebihan. Sontak mendengarnya aku tersedak. Hampir saja kehilangan arah mendengarnya melontarkan kata-kata itu.
Aku kemudian menelisik, ada apa dan mengapa ia mengatakan hal itu.
Katanya lagi, hari ini, yang berlebihan itu telah menggurita, karena meminta urusan dunia seiring dengan nafas agama.
Sampai di sini, aku tentu tidak menyimpulkan kalau ia telah terserang wabah sekuler. Aku hanya berprasangka bahwa ia mungkin sedang menggali pemahaman lebih dalam.

Bang, hari ini, dimana orang-orang begitu mendewakan hak asasi, mereka selalu berdalih bahwa toleransi harus dijunjung tinggi dalam segala hal, sebab dengan begitu kehidupan bisa lebih tentram dan damai. Termasuk urusan toleransi ketika jamuan tanpa kursi.
Bang, hari ini, dimana orang-orang mengakui bertuhan dan beriman pada yang Esa, berdalih bahwa urusan hidup di dunia tidak perlu dibumbui nafas agama. Karena urusan agama hanya hubungan pribadi antara ia dengan Dia, katanya.
Aku tidak tahu apa sebab yang menjadikan orang-orang seperti itu, Bang.
Dimana banyak yang mengaku beriman, tapi bungkam, ketika saudaranya dilukai. Dan, berkoar-koar mendukung, ketika ada yang melukai saudaranya sendiri.
Mungkin aku yang salah lihat, Bang.

Kekuasaan. Posisi. Dua hal yang jika dimanfaatkan sebenar-benarnya tentu akan memberi kemaslahatan untuk ummat.
Kekuasaan. Posisi. Dua hal yang membuat orang terlena untuk bisa menegakkan kalimatNya dengan anggun dan bijak.

Sampai di sini, aku teringat satu kalimat di tulisan tahun delapanpuluhan, yang sepertinya bisa menjawab ketidaktahuanku atas keadaan yang terjadi hari ini.

Apakah ghirah itu telah hilang?
Berbahaya jika itu benar terjadi.

Sebab, kehilangan cemburu(ghirah) sama artinya dengan mati. -Hamka

Semoga kita tidak sedang berada dalam barisan yang kehilangan, Bang.

Jogja, 25 Juli 2016
20 Syawal 1437
Laely Nurokhmah

0 komentar:

Posting Komentar

Kawan, mohon komentar santunnya, untuk perbaikan ke depan ^^

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com